Goldman Sachs Ramal Emas Tembus USD 4.900, Antam Pecah Rekor

Rabu, 08 Oktober 2025 | 09:53:20 WIB
Goldman Sachs Ramal Emas Tembus USD 4.900, Antam Pecah Rekor

JAKARTA - Pasar emas kembali menjadi sorotan setelah Goldman Sachs merilis proyeksi terbaru yang lebih optimistis terhadap harga logam mulia. 

Bank investasi global asal Amerika Serikat ini memprediksi harga emas dapat mencapai USD 4.900 per ons pada Desember 2026, naik dari perkiraan sebelumnya yang berada di kisaran USD 4.300.

Kenaikan proyeksi ini bukan tanpa alasan. Menurut Goldman, aliran dana masuk ke exchange-traded fund (ETF) berbasis emas di kawasan Barat serta pembelian berkelanjutan oleh bank sentral menjadi motor utama yang mendorong ekspektasi reli emas lebih panjang.

“Kami melihat risiko terhadap proyeksi harga emas terbaru kami masih cenderung ke arah kenaikan, karena diversifikasi sektor swasta ke pasar emas yang relatif kecil dapat mendorong kepemilikan ETF di atas perkiraan berbasis suku bunga,” ungkap Goldman Sachs, dikutip dari Reuters.

Harga Spot Masih Dekati Rekor

Pada Selasa pagi waktu Asia 7 Oktober 2025, harga emas spot diperdagangkan di level USD 3.960 per ons, setelah sebelumnya sempat menembus rekor intraday di USD 3.977,19. 

Pergerakan ini memperlihatkan bahwa minat investor global terhadap emas masih sangat tinggi, meskipun pasar sempat diwarnai aksi ambil untung.

Secara akumulasi, harga emas dunia sudah naik 51% sepanjang 2025, dipicu oleh kombinasi faktor mulai dari aksi borong bank sentral, meningkatnya permintaan ETF, pelemahan dolar AS, hingga ketegangan geopolitik yang kian tajam.

Peran Bank Sentral

Goldman Sachs memperkirakan tren pembelian emas oleh bank sentral masih akan berlanjut setidaknya hingga dua tahun mendatang. Rata-rata pembelian diperkirakan mencapai 80 ton pada 2025 dan 70 ton pada 2026.

Bank sentral di pasar negara berkembang disebut sebagai pemain dominan karena mereka masih melakukan diversifikasi cadangan devisa dari dolar AS ke emas. Langkah ini dinilai sebagai respons terhadap risiko sanksi ekonomi, ketidakstabilan kurs, dan kebutuhan memperkuat cadangan aset aman.

ETF dan Investor Barat

Selain bank sentral, tren kepemilikan ETF emas di Barat juga semakin konsisten. Berbeda dengan pergerakan spekulatif jangka pendek, kepemilikan ETF kali ini sejalan dengan prediksi Goldman yang berbasis pada arah suku bunga AS.

“Tren kepemilikan ETF di Barat kini sudah sesuai dengan perkiraan kami berbasis suku bunga AS. Ini menandakan bahwa penguatan ETF baru-baru ini bukanlah lonjakan yang berlebihan,” jelas analis Goldman Sachs.

Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan terhadap emas dari sisi institusi keuangan tetap solid dan berpotensi menjadi fondasi reli harga yang lebih stabil.

Ekspektasi Kebijakan The Fed

Goldman juga menyoroti kebijakan moneter Federal Reserve. Bank sentral AS itu diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 100 basis poin (1%) hingga pertengahan 2026. 

Jika hal ini terealisasi, emas akan semakin menarik karena imbal hasil obligasi AS cenderung melemah, sehingga investor mencari alternatif lindung nilai yang lebih menjanjikan.

Kondisi ini memperkuat argumen bahwa reli emas masih jauh dari kata selesai, dengan risiko justru mengarah ke potensi harga lebih tinggi.

Dampak ke Pasar Domestik: Emas Antam Pecah Rekor

Kabar optimistis dari Goldman Sachs juga berimbas pada harga emas di dalam negeri. Harga emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam) kembali mencetak rekor baru setelah melonjak Rp 34.000 per gram pada perdagangan Selasa 7 Oktober 2025.

Kenaikan tersebut melanjutkan penguatan sehari sebelumnya yang sudah naik Rp 11.000 per gram. Berdasarkan data Logam Mulia, harga emas Antam kini menembus Rp 2.284.000 per gram, level tertinggi sepanjang sejarah.

Rekor ini sekaligus memecahkan pencapaian sehari sebelumnya, di mana harga emas Antam sempat menyentuh Rp 2.250.000 per gram pada Senin 6 Oktober 2025. Lonjakan tajam dua hari berturut-turut memperlihatkan bahwa sentimen global langsung tercermin ke harga emas di pasar domestik.

Implikasi untuk Investor

Kenaikan harga emas global maupun emas Antam tentu membawa konsekuensi bagi investor. Di satu sisi, momentum ini menjadi bukti kuat bahwa emas masih berperan sebagai instrumen lindung nilai terbaik. Namun di sisi lain, kenaikan cepat juga membuka peluang terjadinya koreksi teknikal.

Karena itu, sejumlah analis menyarankan agar investor tidak panik mengejar harga tinggi. Strategi akumulasi bertahap dinilai lebih bijak, dengan memanfaatkan koreksi harga sebagai peluang membeli.

Investor ritel khususnya diimbau untuk tetap disiplin dalam manajemen risiko, karena volatilitas emas cenderung meningkat seiring dengan dinamika geopolitik dan kebijakan moneter global.

Kesimpulan

Proyeksi terbaru Goldman Sachs yang menaikkan target harga emas Desember 2026 menjadi USD 4.900 per ons semakin menegaskan optimisme pasar terhadap logam mulia. '

Dukungan dari pembelian bank sentral, aliran dana ke ETF, pelemahan dolar, serta ekspektasi pelonggaran suku bunga The Fed memperkuat argumen bahwa reli emas masih memiliki ruang untuk berlanjut.

Di Indonesia, dampaknya sudah terlihat dengan harga emas Antam yang mencetak rekor baru di atas Rp 2,28 juta per gram. Meski peluang keuntungan terbuka lebar, investor tetap disarankan mengatur strategi dengan hati-hati agar dapat memaksimalkan momentum ini tanpa terjebak euforia sesaat.

Terkini