Migas

Legalisasi 45 Ribu Sumur Minyak Rakyat Dorong Tata Kelola Migas Berkelanjutan

Legalisasi 45 Ribu Sumur Minyak Rakyat Dorong Tata Kelola Migas Berkelanjutan
Legalisasi 45 Ribu Sumur Minyak Rakyat Dorong Tata Kelola Migas Berkelanjutan

JAKARTA - Kebijakan pemerintah pusat yang resmi melegalkan 45 ribu sumur minyak rakyat di enam provinsi utama penghasil migas, bukan hanya memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, tetapi juga membuka jalan menuju tata kelola energi yang lebih profesional dan berkelanjutan.

 Keputusan ini tertuang dalam Kepmen ESDM Nomor 14 Tahun 2025, yang dinilai sebagai langkah strategis dalam menata sektor minyak rakyat yang selama ini berjalan tanpa kejelasan regulasi.

Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) sekaligus Gubernur Jambi, Al Haris, menegaskan bahwa kebijakan tersebut membawa peluang besar bagi daerah. 

Ia bahkan menyebut aturan baru itu sebagai “malaikat” yang memberi ruang bagi masyarakat daerah untuk berdaya dalam pengelolaan sumber daya alamnya.

“Kepmen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 itu sebagai malaikat yang memberikan peluang potensi bagi daerah kami,” kata Al Haris dalam rilis yang diterima, Kamis.

Momentum Perubahan Tata Kelola

Selama bertahun-tahun, ribuan sumur minyak rakyat beroperasi tanpa pengawasan jelas, sehingga rawan menimbulkan masalah, baik dari aspek keselamatan kerja, lingkungan, maupun potensi kebocoran penerimaan negara. Dengan adanya legalisasi, daerah kini memiliki kewenangan penuh untuk menata serta mengawasi pengelolaan sumur tersebut.

Al Haris menekankan bahwa legalisasi ini menjadi momentum perubahan tata kelola, di mana pemerintah daerah harus memastikan pengelolaan dilakukan secara profesional, transparan, dan bertanggung jawab. Artinya, produksi minyak rakyat tidak hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan.

Agenda Rapat: Inventarisasi dan Pengawasan

Dalam rapat koordinasi yang membahas implementasi legalisasi sumur minyak rakyat, ada dua agenda utama yang menjadi sorotan.

Pertama, penetapan hasil inventarisasi sumur minyak masyarakat (Titik Nol). Pendataan ini penting untuk menentukan sumur mana saja yang diizinkan berproduksi selama periode penanganan sementara empat tahun mulai 2025. Selama periode tersebut, pemerintah akan melakukan perbaikan tata kelola secara bertahap.

Kedua, pembinaan dan pengawasan sumur minyak yang sudah ditetapkan. Kepala daerah memiliki tanggung jawab untuk menunjuk pengelola baru, baik berupa BUMD, koperasi, maupun UMKM, agar kerja sama dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) seperti Pertamina dapat segera berjalan.

Tantangan Penunjukan Pengelola

Meski kebijakan ini disambut positif, rapat juga mengungkap adanya hambatan utama. Beberapa provinsi dan kabupaten belum menuntaskan penunjukan badan usaha pengelola, sehingga berpotensi menghambat jalannya kerja sama.

Al Haris menegaskan penunjukan ini harus segera diselesaikan dalam waktu dekat, agar implementasi kebijakan tidak tersendat. Menurutnya, aspek ini sangat penting karena akan menentukan siapa yang bertanggung jawab langsung terhadap pengelolaan ribuan sumur rakyat tersebut.

“Kebijakan ini memiliki dimensi ekonomi, hukum, dan keamanan yang sangat penting bagi negara,” tegas Al Haris.

Peran Pemerintah Pusat dan Pertamina

Kebijakan legalisasi sumur minyak rakyat tidak berdiri sendiri. Pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM menegaskan bahwa keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan menjadi prioritas utama.

Pertamina sebagai salah satu KKKS akan memberikan pendampingan teknis, mulai dari standar operasional, pemeliharaan, hingga pemenuhan aspek keselamatan kerja. 

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup telah menyiapkan panduan khusus untuk memastikan pengelolaan tidak merusak ekosistem di sekitar sumur.

Dengan sinergi ini, diharapkan produksi minyak rakyat bisa berlangsung lebih aman, sekaligus mendukung ketahanan energi nasional.

Dimensi Ekonomi dan Hukum

Selain menyangkut teknis pengelolaan, legalisasi 45 ribu sumur minyak rakyat juga memiliki dampak besar dari sisi ekonomi dan hukum. Selama ini, banyak sumur rakyat yang beroperasi tanpa status legal, sehingga sulit dikontrol dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Dengan adanya payung hukum baru, pemerintah daerah dapat memperoleh manfaat ekonomi melalui penerimaan daerah, sementara masyarakat pengelola mendapatkan kepastian legal untuk beroperasi.

Secara hukum, aturan ini juga mempertegas posisi negara dalam mengelola sumber daya alam strategis, sembari memberikan perlindungan kepada masyarakat yang selama ini bekerja di sektor informal.

Harapan Daerah Penghasil Migas

Bagi provinsi penghasil migas seperti Jambi, Riau, Jawa Timur, dan beberapa wilayah lain, legalisasi sumur minyak rakyat adalah jawaban atas tuntutan lama untuk menata sektor energi berbasis masyarakat.

Dengan pengelolaan yang lebih tertata, diharapkan produksi migas rakyat bisa meningkat sekaligus memberikan nilai tambah ekonomi bagi daerah.

Selain itu, model ini juga bisa menjadi contoh bagaimana pemberdayaan masyarakat lokal dapat berjalan seiring dengan kepentingan negara menjaga ketahanan energi.

Penutup

Keputusan pemerintah melegalkan 45 ribu sumur minyak rakyat merupakan tonggak penting dalam sejarah pengelolaan energi nasional. Langkah ini bukan hanya sebatas memberikan izin, tetapi juga membangun fondasi tata kelola yang lebih baik, aman, dan berkelanjutan.

Dengan dukungan semua pihak—pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMD, koperasi, UMKM, hingga Pertamina—maka sumur minyak rakyat tidak lagi dipandang sebagai sektor informal, melainkan bagian resmi dari sistem energi nasional.

Momentum ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memastikan energi migas rakyat tidak hanya menjadi sumber ekonomi, tetapi juga warisan berkelanjutan bagi generasi mendatang. 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index