Minyak

Kebijakan Produksi OPEC Perluas Pasokan Membuat Harga Minyak Dunia Turun

Kebijakan Produksi OPEC Perluas Pasokan Membuat Harga Minyak Dunia Turun
Kebijakan Produksi OPEC Perluas Pasokan Membuat Harga Minyak Dunia Turun

JAKARTA - Pasar energi kembali menunjukkan dinamika signifikan setelah harga minyak dunia melemah pada perdagangan awal pekan.

Tekanan terjadi seiring meningkatnya proyeksi pasokan global akibat langkah OPEC+ dan kembalinya ekspor minyak dari wilayah Kurdistan, Irak. Kondisi ini membuat sentimen pasar bergeser dari kekhawatiran defisit menuju potensi surplus.

Pada perdagangan Senin, harga minyak turun sekitar 3 persen. Tekanan harga ini dipandang sebagai sinyal bahwa upaya negara produsen menambah produksi akan segera menambah suplai ke pasar internasional. Dengan meningkatnya ketersediaan, harga komoditas energi utama tersebut tertekan turun.

Kondisi ini menjadi perhatian banyak pihak karena pergerakan harga minyak dunia berpengaruh besar pada inflasi, stabilitas keuangan global, dan juga strategi energi negara-negara pengimpor.

Data Harga Dan Proyeksi Produksi

Mengacu pada catatan perdagangan, kontrak berjangka Brent merosot USD 2,16 atau 3,1 persen menjadi USD 67,97 per barel. Penurunan ini terjadi setelah harga sebelumnya sempat mencapai level tertinggi sejak akhir Juli.

Sementara itu, harga West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat ikut turun USD 2,27 atau 3,45 persen menjadi USD 63,45 per barel. OPEC+ diperkirakan akan segera mengonfirmasi peningkatan produksi sebesar 137.000 barel per hari (bph) pada November.

Langkah ini disebut sebagai strategi untuk memperluas pangsa pasar di tengah permintaan global yang fluktuatif. Saat ini, produksi OPEC+ tercatat hampir 500.000 bph lebih rendah dari target.

“Dengan OPEC+ yang kini berfokus pada pangsa pasar, fundamental terlihat lebih lemah dan kekhawatiran kelebihan pasokan semakin dominan,” ungkap Kepala Ekonom Rystad Energy, Claudio Galimberti. Pernyataan ini menegaskan bahwa sentimen pasar kini lebih berhati-hati menghadapi kebijakan kelompok produsen tersebut.

Dampak Ekspor Kurdistan Dan Faktor Geopolitik

Untuk pertama kalinya dalam dua setengah tahun, ekspor minyak mentah dari wilayah semi-otonom Kurdistan di Irak kembali berjalan menuju Turki. Menurut Kementerian Minyak Irak, aliran minyak dimulai pada akhir pekan lalu dengan volume awal sekitar 150.000 hingga 160.000 bph.

Jumlah ini diperkirakan bisa meningkat hingga 230.000 bph pada tahap berikutnya. Kembalinya ekspor ini memperbesar potensi pasokan global, sehingga menambah tekanan bagi harga minyak.

Hal ini juga menjadi momentum penting bagi Irak dalam menjaga stabilitas produksinya di tengah kondisi geopolitik kawasan yang penuh ketidakpastian. Selain itu, pekan sebelumnya harga minyak sempat naik lebih dari 4 persen akibat serangan drone Ukraina ke infrastruktur energi Rusia.

Gangguan tersebut menekan pasokan bahan bakar Rusia dan sempat memicu gejolak harga. “Ukraina jelas mencium peluang di sini. Jika ada, Ukraina kemungkinan akan menggandakan serangan strategisnya terhadap kilang-kilang Rusia,” ujar analis SEB.

Sementara itu, Rusia melancarkan serangan ke Kyiv dan beberapa wilayah lain di Ukraina. Serangan tersebut termasuk salah satu yang paling gencar terhadap ibu kota sejak invasi dimulai pada 2022. Situasi ini menambah ketidakpastian geopolitik yang terus memengaruhi dinamika pasar energi global.

Respon Politik Dan Arah Selanjutnya

Perkembangan harga minyak juga tidak terlepas dari faktor politik internasional. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa sudah saatnya Hamas menerima proposal perdamaian 20 poin yang telah disepakati bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai masa depan Gaza.

Pernyataan tersebut menambah kompleksitas situasi global yang berdampak tidak langsung pada dinamika energi. Isu keamanan di Timur Tengah kerap menjadi salah satu faktor penentu pergerakan harga minyak dunia.

Dengan meningkatnya produksi OPEC+ dan kembalinya ekspor dari Kurdistan, harga minyak diperkirakan akan tetap tertekan dalam jangka pendek. Namun, faktor geopolitik seperti konflik Rusia-Ukraina dan situasi Timur Tengah bisa sewaktu-waktu memicu volatilitas baru.

Pasar minyak saat ini berada pada persimpangan antara prospek suplai yang melimpah dan risiko geopolitik yang tidak menentu. Kondisi ini menuntut pelaku pasar, pemerintah, dan industri untuk terus mencermati perkembangan terbaru dalam menentukan strategi energi ke depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index