Jakarta - Pada perdagangan Jumat, 28 Februari 2025, harga minyak mentah dunia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) menjadi faktor utama penyebab anjloknya harga minyak. Penurunan ini menambah kekhawatiran di tengah kondisi pasar yang sudah tidak menentu.
Menurut data yang dilaporkan oleh Reuters, minyak mentah Brent untuk kontrak bulan Mei turun 31 sen atau sekitar 0,4 persen menjadi US$73,26 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga mengalami penurunan sebesar 30 sen atau 0,4 persen, sehingga harganya kini berada di angka US$70,05 per barel. Penurunan harga ini mencerminkan ketidakstabilan pasar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi dan politik, Jumat, 28 Februari 2025.
Tony Sycamore, seorang analis pasar dari IG, mengungkapkan bahwa terdapat banyak faktor yang berkontribusi terhadap penurunan harga minyak ini. "Ketidakpastian ekonomi di AS, kebijakan tarif impor AS, serta rencana OPEC+ untuk meningkatkan pasokan pada April menjadi beberapa faktor utama. Harapan akan perdamaian di Ukraina juga turut mempengaruhi dinamika ini," jelas Sycamore. Ia menambahkan bahwa, meskipun harga minyak telah turun cukup signifikan, terdapat dukungan teknis yang kuat untuk WTI antara US$65 dan US$70 per barel.
Ketidakpastian bertambah dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump pada Kamis, 27 Februari 2025 yang mengatakan bahwa tarif sebesar 25 persen untuk barang-barang dari Meksiko dan Kanada akan mulai berlaku pada 4 Maret. Selain itu, Trump juga mengumumkan bea tambahan sebesar 10 persen untuk impor dari China. Kebijakan tarif ini menambah tekanan pada pasar global dan menjadi salah satu penyebab utama ketidakpastian ekonomi saat ini.
Di sisi lain, data ekonomi terbaru juga menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Klaim pengangguran di AS dilaporkan melonjak lebih dari yang diperkirakan pada minggu sebelumnya. Selain itu, laporan pemerintah AS menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara tersebut melambat pada kuartal keempat tahun lalu. Kondisi ini menambah rasa pesimisme di pasar dan turut mempengaruhi harga minyak.
Sementara itu, anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak dan sekutu-sekutunya (OPEC+) sedang dalam tahap diskusi mengenai apakah akan melanjutkan rencana untuk meningkatkan produksi minyak pada April atau membekukannya. Kesulitan dalam memahami gambaran pasokan global, yang diperberat oleh sanksi baru AS terhadap negara-negara seperti Venezuela, Iran, dan Rusia, menjadi salah satu faktor yang mendorong perdebatan ini.
Ketidakpastian dan dinamika pasar yang beragam tentu saja menambah beban bagi investor dan pemain pasar minyak lainnya. Mereka harus terus memantau perkembangan situasi global dan berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi di tengah kondisi yang penuh tantangan ini.
Lebih lanjut, Sycamore menekankan bahwa pelaku pasar perlu memperhatikan perkembangan kebijakan Amerika Serikat dan rencana dari OPEC+ dalam beberapa minggu ke depan. "Kedua faktor ini akan sangat menentukan arah pergerakan harga minyak di masa yang akan datang," ungkapnya, seraya mencatat pentingnya analisis teknis dalam memahami pergerakan harga di tengah ketidakpastian yang ada.
Keseluruhan situasi ini menegaskan betapa pentingnya bagi para pemangku kepentingan di industri energi untuk tetap waspada dan responsif terhadap perubahan cepat yang terjadi di pasar global saat ini. Harga minyak mentah, yang menjadi salah satu indikator utama kesehatan ekonomi global, akan terus dipengaruhi oleh dinamika terkini, baik dari sisi ekonomi maupun kebijakan politik. Dengan kondisi yang terus berfluktuasi, perhatian dan strategi yang tepat sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas industri energi dunia.