PLTS

Koperasi Merah Putih Kelola PLTS Nasional Dorong Energi Bersih

Koperasi Merah Putih Kelola PLTS Nasional Dorong Energi Bersih
Koperasi Merah Putih Kelola PLTS Nasional Dorong Energi Bersih

JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto tengah menggelindingkan program besar dalam sektor energi terbarukan. Program itu adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas total mencapai 100 gigawatt (GW). Skala yang direncanakan menjadikan proyek ini salah satu yang terbesar di kawasan, sekaligus menandai langkah Indonesia menuju pemanfaatan energi bersih yang lebih berkelanjutan.

Program tersebut nantinya dirancang dikelola oleh 80 ribu koperasi merah putih (KMP). Namun, hingga kini belum dapat dipastikan koperasi mana yang akan dipilih karena prosesnya masih berada pada tahap perencanaan. Pemerintah menekankan perlunya persiapan matang agar pengelolaan berjalan efektif.

Pandangan Akademisi tentang PLTS

Seorang akademisi asal Tanahlaut, Anton Kuswoyo, memberikan tanggapan positif terhadap rencana besar ini. Menurutnya, PLTS dapat membawa manfaat nyata, khususnya dalam mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Selama ini pembangkit listrik di Indonesia banyak mengandalkan solar maupun batubara yang digunakan dalam PLTD dan PLTU.

"Namun pengelolaan PLTS tentu harus ditangani oleh tenaga profesional yang benar-benar ahli di bidangnya," ujarnya. Ia menekankan perlunya keterlibatan sumber daya manusia yang berkompeten agar proyek tersebut tidak hanya berjalan, tetapi juga memberi dampak ekonomi jangka panjang.

Keterlibatan Koperasi dalam Energi Surya

Jika koperasi merah putih benar-benar dipasrahi untuk mengelola PLTS di masing-masing desa, kata Anton, tetap harus ada tenaga ahli yang mendampingi. Hal ini penting mengingat investasi membangun PLTS dalam skala besar tidaklah murah.

Menurutnya, profesionalitas sangat menentukan. Tanpa manajemen yang kuat, program bisa menghadapi risiko besar. Karena itu, ia menyarankan skema hybrid: koperasi tetap menjadi pengelola, tetapi didukung mitra teknis dan pemerintah.

"Apabila dikelola murni oleh pengurus KMP tanpa kapasitas teknis dan keuangan yang kuat, risikonya besar," sebut dosen Politeknik Negeri Tanah Laut (Politala) ini.

Tahap Awal dengan Skala Kecil

Anton mengusulkan agar implementasi dimulai dari skala kecil. Target awalnya adalah pengguna internal atau anggota koperasi. Tarif yang dikenakan pun sebaiknya kompetitif dengan tarif PLN, sehingga anggota merasa diuntungkan. Jika pada skala kecil berjalan sukses, barulah dilakukan pengembangan ke skala lebih besar.

Pendekatan bertahap ini dinilai realistis dan dapat mengurangi potensi kerugian. Koperasi bisa membangun kepercayaan anggotanya sekaligus memperkuat kapasitas teknis sebelum masuk ke proyek yang lebih luas.

Transparansi Keuangan Jadi Kunci

Selain masalah teknis, Anton juga menekankan pentingnya aspek tata kelola. Transparansi keuangan, menurutnya, harus dijadikan prinsip utama. "Jangan lupa, transparansi keuangan juga sangat penting. Buat laporan keuangan rutin yang bisa diketahui oleh seluruh anggota," tandasnya.

Prinsip ini diyakini mampu menjaga akuntabilitas koperasi sekaligus meningkatkan kepercayaan publik. Jika anggota merasa yakin dengan tata kelola, maka partisipasi mereka akan lebih besar dalam mendukung kelangsungan program.

Potensi Manfaat Ekonomi dan Lingkungan

Program PLTS tidak hanya menghadirkan peluang di bidang energi, tetapi juga bisa berdampak luas pada ekonomi masyarakat. Dengan pengelolaan yang baik, koperasi dapat memperoleh pendapatan baru, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan desa.

Dari sisi lingkungan, manfaatnya lebih jelas lagi. Penggunaan energi surya berarti pengurangan emisi karbon dan pencemaran udara yang selama ini dihasilkan dari PLTU berbahan batubara atau PLTD berbahan solar. Langkah ini selaras dengan upaya global menghadapi perubahan iklim.

Harapan terhadap Dukungan Pemerintah

Masyarakat menantikan bagaimana pemerintah akan menyiapkan kerangka pendukung bagi program besar ini. Dukungan regulasi, pendanaan, hingga pelatihan teknis menjadi faktor penting agar koperasi benar-benar mampu menjalankan amanah tersebut.

Keterlibatan koperasi merah putih juga dipandang sebagai strategi memperkuat kemandirian desa. Dengan listrik berbasis energi terbarukan, desa tidak hanya menjadi konsumen tetapi juga produsen energi.

Tantangan dan Harapan

Pembangunan PLTS 100 GW yang digagas Presiden Prabowo merupakan langkah visioner. Meski demikian, tantangan teknis, finansial, dan manajerial tidak bisa dianggap enteng. Masukan dari akademisi seperti Anton Kuswoyo menunjukkan perlunya sinergi antara koperasi, mitra teknis, dan pemerintah agar proyek berjalan sesuai harapan.

Apabila semua komponen itu disiapkan dengan matang, maka program PLTS nasional berpotensi menjadi tonggak sejarah dalam transisi energi Indonesia. Energi bersih yang dikelola koperasi bukan hanya simbol kemandirian, tetapi juga wujud nyata keberpihakan pada masa depan yang lebih berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index