Harga Batu Bara Naik Tipis di Tengah Tekanan Pasar Global yang Masih Lesu

Rabu, 08 Oktober 2025 | 11:00:30 WIB
Harga Batu Bara Naik Tipis di Tengah Tekanan Pasar Global yang Masih Lesu

JAKARTA - Harga batu bara global mencatat kenaikan tipis pada perdagangan terakhir, namun belum cukup untuk mengubah tren negatif yang masih membayangi komoditas energi ini.

Sentimen pasar masih dibayangi oleh melimpahnya pasokan dan meningkatnya peralihan menuju energi bersih yang menggerus permintaan batu bara dunia.

Di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan depan, harga batu bara ditutup di level US$104,8 per ton, naik 0,05% dibandingkan hari sebelumnya. Kenaikan ini dinilai belum mampu menahan tren koreksi yang terus terjadi sejak beberapa pekan terakhir.

Kinerja Harga Batu Bara Masih Tertekan

Dalam sepekan terakhir, harga batu bara masih melemah 1,32% secara point-to-point. Sepanjang sebulan terakhir, penurunan mencapai 0,95%, sementara secara year-to-date, harga komoditas ini telah anjlok hingga 16,33%. Angka tersebut menegaskan bahwa tren bearish masih mendominasi pasar batu bara global.

Melemahnya harga ini dipicu oleh dua faktor utama, yakni pasokan yang melimpah dan berkurangnya permintaan global akibat pergeseran menuju energi terbarukan. Kondisi tersebut menciptakan tekanan berkelanjutan pada harga batu bara, terutama di tengah upaya transisi energi yang makin masif dilakukan banyak negara.

Permintaan terhadap batu bara terus menurun seiring meningkatnya kesadaran lingkungan dan dorongan kebijakan untuk mengurangi emisi karbon. Energi baru-terbarukan kini menjadi tumpuan utama dalam penyediaan listrik dunia, menggeser posisi batu bara yang selama ini mendominasi sektor pembangkit.

Energi Terbarukan Mulai Ungguli Batu Bara

Laporan terbaru lembaga riset Ember menunjukkan capaian bersejarah di sektor energi global. Pada semester pertama 2025, produksi listrik dari sumber energi terbarukan mencapai 5.072 terawatt hour (TWh), melampaui pembangkitan bertenaga batu bara yang sebesar 4.896 TWh.

Ini menjadi pertama kalinya dalam sejarah, energi bersih seperti matahari dan angin menghasilkan listrik lebih banyak dibandingkan batu bara. “Kita melihat sebuah titik balik yang krusial. Matahari (solar) dan angin kini tumbuh cepat untuk memenuhi permintaan listrik,” ujar Malgorzata Wiatros-Myotka, Senior Electricity Analyst di Ember.

Permintaan listrik dunia pada paruh pertama 2025 meningkat 2,6% secara tahunan atau bertambah 369 TWh. Kenaikan kebutuhan energi ini sebagian besar dapat dipenuhi dari peningkatan pasokan listrik tenaga surya dan angin yang masing-masing naik 306 TWh dan 97 TWh.

Capaian tersebut menjadi bukti nyata bahwa energi terbarukan mulai memainkan peran dominan dalam bauran energi global. Seiring meningkatnya investasi di sektor energi hijau, posisi batu bara diperkirakan akan terus terdesak dalam jangka menengah hingga panjang.

Prospek Teknis: Harga Masih Bergerak di Zona Netral

Secara teknikal, pergerakan harga batu bara saat ini masih menunjukkan pola konsolidasi di area netral dengan kecenderungan bearish. Berdasarkan analisis harian (daily time frame), Relative Strength Index (RSI) batu bara tercatat di level 47.

Nilai RSI di bawah 50 menandakan aset sedang dalam posisi bearish, meski belum terlalu dalam karena masih mendekati batas netral. Artinya, ruang untuk pemulihan harga masih terbuka meskipun dalam jangka pendek pergerakannya diperkirakan terbatas.

Sementara itu, indikator Stochastic RSI berada di level 73, yang mengindikasikan area beli (long) cukup kuat. Namun, indikator volatilitas Average True Range (ATR) 14 hari menunjukkan angka 0,81, menandakan bahwa fluktuasi harga saat ini tergolong rendah atau sideways.

Dengan kondisi tersebut, harga batu bara diperkirakan akan bergerak dalam rentang sempit dengan kecenderungan stabil. Target support berada di kisaran US$103–100 per ton, sedangkan target resistance diprediksi berada pada rentang US$106–109 per ton.

Transisi Energi Global Jadi Tantangan Utama

Meski terdapat peluang rebound teknikal, prospek jangka panjang harga batu bara masih diwarnai tantangan besar. Tren penurunan konsumsi batu bara di negara maju maupun berkembang semakin nyata, seiring percepatan transisi ke energi bersih.

Banyak negara kini mulai memperkuat kebijakan dekarbonisasi dan memperluas kapasitas pembangkit listrik tenaga surya serta angin. Pergeseran ini tidak hanya menekan permintaan batu bara, tetapi juga mengubah arah investasi sektor energi ke teknologi ramah lingkungan.

Namun demikian, dalam jangka pendek, batu bara masih memiliki peran penting bagi stabilitas pasokan energi global. Ketergantungan pada batu bara belum sepenuhnya hilang, terutama di kawasan Asia yang masih membutuhkan energi murah dan andal untuk menopang pertumbuhan industri.

Ke depan, pasar akan terus mencermati keseimbangan antara dorongan energi bersih dan kebutuhan energi konvensional. Perubahan ini akan menentukan arah harga batu bara, yang saat ini masih bertahan di kisaran rendah dengan tekanan fundamental yang kuat.

Dengan berbagai dinamika tersebut, penguatan harga batu bara yang terjadi baru-baru ini dinilai belum cukup signifikan untuk mengubah arah pasar. Meski ada peluang teknikal untuk rebound jangka pendek, faktor fundamental masih menunjukkan tekanan yang dominan.

Transisi global menuju energi bersih menjadi titik balik penting bagi masa depan batu bara. Sementara harga bergerak terbatas, perhatian investor kini tertuju pada seberapa cepat dunia beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

Terkini