JAKARTA - Lesunya pasar otomotif nasional sepanjang 2024 berdampak signifikan terhadap sektor pembiayaan kendaraan bermotor di Indonesia. Salah satu perusahaan pembiayaan terbesar di Tanah Air, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance), turut merasakan tekanan tersebut. Perusahaan mencatatkan penurunan kinerja pada tahun 2024, baik dari sisi pembiayaan maupun laba bersih.
Presiden Direktur Adira Finance, Dewa Made Susila, mengungkapkan bahwa tren penurunan sudah terlihat sejak tahun lalu, dan bahkan masih berlanjut di awal 2025. Hal ini sejalan dengan data yang dirilis oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), yang menunjukkan adanya perlambatan signifikan di pasar otomotif nasional.
"Kami melihat memang ada penurunan tren di bisnis pembiayaan sepanjang 2024 lalu," ujar Dewa Made Susila. Pernyataan ini mencerminkan betapa eratnya keterkaitan antara pasar otomotif dan kinerja perusahaan pembiayaan seperti Adira Finance.
Penurunan Pembiayaan Capai 12 Persen Sepanjang 2024
Berdasarkan laporan keuangan Adira Finance, sepanjang tahun 2024, total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp 36,6 triliun. Angka ini turun sekitar 12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan periode yang sama pada 2023.
Penurunan ini tidak lepas dari melemahnya penjualan kendaraan bermotor di Indonesia, yang secara langsung memengaruhi permintaan terhadap pembiayaan kredit kendaraan. Konsumen cenderung menunda pembelian kendaraan baru akibat berbagai faktor seperti ketidakpastian ekonomi global, kenaikan suku bunga, hingga perubahan kebijakan fiskal yang memengaruhi daya beli masyarakat.
"Dampak dari perlambatan pasar otomotif cukup signifikan bagi kami, sebab mayoritas portofolio pembiayaan kami masih didominasi oleh kendaraan bermotor," jelas Dewa Made.
Sebagai informasi, Adira Finance selama ini dikenal sebagai salah satu pemain utama dalam pembiayaan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Perusahaan ini juga telah melakukan diversifikasi produk pembiayaan ke sektor non-otomotif seperti pembiayaan multiguna dan pembiayaan syariah, namun porsi terbesar tetap berasal dari sektor otomotif.
Laba Bersih Turun Tajam Hampir 28 Persen
Tidak hanya pembiayaan yang menurun, Adira Finance juga mengalami penurunan tajam pada laba bersih sepanjang 2024. Perusahaan membukukan laba sebesar Rp 1,41 triliun atau setara dengan Rp 1.407 per saham. Angka ini merosot sekitar 27,64 persen dibandingkan laba tahun 2023 yang mencapai Rp 1,94 triliun atau Rp 1.944 per saham.
Penurunan laba ini menjadi cerminan nyata dari tekanan berat yang dialami sektor pembiayaan otomotif nasional. Meskipun perusahaan telah melakukan berbagai upaya efisiensi dan penyesuaian strategi bisnis, dampak dari melemahnya pasar tetap sulit dihindari.
Dewa Made Susila menambahkan, faktor eksternal seperti inflasi yang tinggi, fluktuasi nilai tukar rupiah, serta ketidakpastian kondisi geopolitik global turut memperburuk situasi. "Kami menyadari bahwa faktor eksternal cukup memengaruhi kondisi pasar domestik, dan ini tentu berdampak juga ke kinerja kami," imbuhnya.
Data Gaikindo Perkuat Sinyal Perlambatan
Data yang dirilis oleh Gaikindo memperkuat gambaran lesunya pasar otomotif nasional. Sepanjang 2024, penjualan mobil secara nasional mengalami kontraksi, sejalan dengan tren perlambatan ekonomi yang turut memukul daya beli masyarakat.
Bahkan pada awal 2025, sinyal perlambatan masih tampak jelas. Gaikindo mencatat penurunan signifikan pada angka pemesanan kendaraan baru, yang berimplikasi langsung terhadap permintaan pembiayaan dari konsumen.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan pembiayaan seperti Adira Finance, yang sangat bergantung pada dinamika penjualan kendaraan bermotor. "Kami terus memantau perkembangan pasar otomotif dan melakukan penyesuaian strategi untuk menghadapi tantangan ini," tegas Dewa Made.
Strategi Adira Finance Menghadapi Tekanan Industri
Meskipun menghadapi tekanan berat, Adira Finance tidak tinggal diam. Perusahaan telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mempertahankan kinerja dan menjaga keberlanjutan bisnis di tengah dinamika pasar yang penuh tantangan.
Salah satu langkah yang ditempuh adalah memperkuat portofolio pembiayaan non-otomotif, termasuk pembiayaan multiguna, pembiayaan syariah, dan sektor pembiayaan produktif lainnya seperti alat berat serta pembiayaan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Selain itu, Adira Finance juga gencar melakukan transformasi digital guna meningkatkan efisiensi operasional dan memperluas akses layanan bagi konsumen. Digitalisasi dianggap sebagai kunci untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam menghadapi tantangan era industri 4.0.
"Kami akan terus berinovasi dalam layanan digital agar lebih dekat dengan konsumen dan meningkatkan kualitas pelayanan," ungkap Dewa Made, optimistis.
Harapan Pemulihan pada Semester II-2025
Meski tekanan masih terasa hingga awal 2025, Adira Finance berharap kondisi pasar otomotif nasional akan mulai membaik pada semester kedua tahun ini. Optimisme ini didasarkan pada potensi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia serta stimulus fiskal dari pemerintah yang dapat mendorong daya beli masyarakat.
Dewa Made menegaskan, pihaknya tetap berkomitmen untuk menjaga kinerja perusahaan dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional. "Kami percaya dengan langkah-langkah strategis yang kami ambil, Adira Finance dapat melewati masa-masa sulit ini dan kembali tumbuh seiring dengan pemulihan pasar otomotif," pungkasnya.
Lesunya pasar otomotif nasional sepanjang 2024 hingga awal 2025 memberikan dampak yang signifikan bagi Adira Finance, salah satu perusahaan pembiayaan terbesar di Indonesia. Dengan penurunan pembiayaan sebesar 12 persen dan penurunan laba bersih hampir 28 persen, Adira menghadapi tantangan berat di tengah perlambatan ekonomi global dan domestik.
Meski demikian, melalui strategi diversifikasi portofolio, transformasi digital, serta langkah adaptif lainnya, Adira Finance berharap dapat mengatasi tekanan industri dan memanfaatkan momentum pemulihan pasar pada paruh kedua 2025.
Industri pembiayaan kendaraan bermotor kini menunggu sinyal positif dari sektor otomotif nasional untuk kembali melaju. Dengan upaya kolektif dari pelaku industri dan dukungan kebijakan pemerintah, optimisme terhadap pemulihan sektor ini tetap terjaga.