JAKARTA - Kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mulai menimbulkan dampak besar terhadap perekonomian global, terutama dalam pergerakan harga komoditas utama yang diandalkan Indonesia, seperti batu bara dan nikel. Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, kebijakan ini akan menekan harga sejumlah komoditas Indonesia, baik yang diekspor maupun yang ditujukan untuk konsumsi domestik.
"Harga komoditas secara umum akan alami kontraksi yang tajam, baik batu bara, minyak, sawit, nikel, dan produk tambang lainnya," ucap Bhima. Bhima menilai bahwa kebijakan tarif baru Trump berpotensi menyebabkan penurunan harga yang cukup signifikan pada komoditas-komoditas tersebut, dengan dampak yang mungkin berlanjut hingga tahun 2025.
Harga Batu Bara: Terjun Bebas Hingga Kuartal IV 2025
Berdasarkan analisis Bhima, salah satu komoditas yang diprediksi akan mengalami dampak paling besar adalah batu bara. Ia memperkirakan harga batu bara akan terus menurun tajam (free fall) hingga kuartal IV tahun 2025. Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari tren harga minyak mentah yang terus melemah hingga keputusan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang meningkatkan produksi minyak mentah.
Salah satu alasan utama penurunan harga batu bara adalah ketidakstabilan harga minyak yang turut menurunkan daya beli dunia terhadap bahan baku energi, termasuk batu bara. "Dengan tren harga minyak yang melemah, harga batu bara tidak dapat bertahan lebih lama pada level tinggi," ujar Bhima. Ketegangan perdagangan global dan ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkan oleh tarif Trump juga semakin memperburuk kondisi pasar batu bara.
Selain itu, perang dagang yang berlangsung antara AS dan negara-negara besar lainnya, termasuk China, turut berkontribusi pada penurunan permintaan untuk bahan baku industri global. Khususnya, China yang merupakan konsumen utama komoditas batu bara, masih mengalami masalah overcapacity dalam sektor industrinya. Hal ini mengarah pada penurunan permintaan batu bara dari negara tersebut, yang pada gilirannya berdampak pada harga global.
Menghadapi Pilihan Strategis dalam Sektor Komoditas
Dengan tekanan yang semakin besar pada harga batu bara dan komoditas lainnya, Bhima menilai bahwa perusahaan-perusahaan komoditas Indonesia harus menghadapi dua pilihan strategis. Pertama, mereka mungkin terpaksa menurunkan margin keuntungan secara ekstrem dan mengurangi kapasitas produksi untuk menyesuaikan diri dengan pasar yang lebih lemah. Pilihan kedua adalah mengalihkan sebagian besar komoditas yang ada ke pasar domestik.
"Misalnya, nikel olahan yang mengalami kelebihan suplai bisa diarahkan ke industri aluminium dan perakitan kendaraan domestik," kata Bhima. Dengan cara ini, Indonesia dapat memanfaatkan potensi permintaan domestik yang terus berkembang. Bhima juga berharap kebijakan ini akan mendorong lebih banyak investasi asing langsung (FDI) di sektor pengolahan barang intermediate, yang akan meningkatkan daya saing industri dalam negeri.
Fluktuasi Harga Batu Bara: Penurunan yang Terjadi Setelah Tiga Hari Pelemahan
Pada sisi lain, meskipun ada proyeksi penurunan harga batu bara, dalam beberapa hari terakhir, harga batu bara justru menunjukkan sedikit kenaikan. Pada 7 April 2025, harga batu bara tercatat sebesar US$98,9 per ton, naik 0,92% dibandingkan dengan harga penutupan pada 4 April 2025 yang sebesar US$98 per ton, menurut data dari Refinitiv. Kenaikan harga batu bara ini terjadi setelah adanya tren penurunan selama tiga hari berturut-turut.
Namun, harga batu bara ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga tahun lalu yang sempat mencatatkan angka di atas US$200 per ton, bahkan pada beberapa kesempatan harga batu bara masih berada di atas US$120 per ton. Sejak awal 2025, harga batu bara dunia menunjukkan tren penurunan yang signifikan, bahkan kini berada di bawah level US$100 per ton.
Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menaikkan tarif impor bagi banyak barang, termasuk batu bara, menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan harga batu bara global. Para pedagang batu bara kini dihadapkan pada kenyataan bahwa rezim tarif baru Trump yang menambah biaya impor setidaknya 10% pada hampir semua barang yang masuk ke AS akan mempengaruhi daya saing batu bara Indonesia di pasar internasional. Sebagai dampaknya, penyedia energi di seluruh Asia yang sebelumnya sudah dikenakan tarif AS yang tinggi kini harus berhadapan dengan tekanan tambahan dalam menekan biaya listrik untuk konsumen mereka.
Harga Nikel: Penurunan Drastis Sejak Awal Tahun
Selain batu bara, komoditas nikel juga turut merasakan dampak signifikan dari kebijakan tarif yang diterapkan Trump. Harga nikel pada 8 April 2025 tercatat mengalami penurunan yang tajam, dengan harga mencapai US$14.534 per ton, turun 10,12% dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Secara bulanan, harga nikel tercatat turun 11,41%, dan bahkan anjlok hingga 20,23% jika dibandingkan dengan harga pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan harga nikel ini menggarisbawahi betapa rentannya harga komoditas Indonesia terhadap kebijakan perdagangan global. Sebagai komoditas yang banyak digunakan dalam industri elektronik dan kendaraan listrik, penurunan harga nikel ini juga menunjukkan bahwa pasar global tengah mengalami ketidakpastian yang cukup besar.
Persiapan untuk Masa Depan: Diversifikasi Pasar dan Fokus pada Industri Domestik
Menghadapi kondisi pasar yang penuh ketidakpastian ini, Bhima Yudhistira menyarankan agar sektor komoditas Indonesia tidak hanya bergantung pada pasar ekspor. Dengan merujuk pada kondisi pasar yang sedang mengalami kontraksi global, ia mengingatkan bahwa Indonesia harus segera mengarahkan komoditas-komoditas strategis ke pasar domestik untuk menjaga kestabilan perekonomian.
"Ke depan, Indonesia perlu memperkuat sektor pengolahan dalam negeri dan menarik lebih banyak investasi untuk meningkatkan daya saing produk-produk komoditas Indonesia," tegas Bhima. Pengalihan fokus ke pasar domestik dan pengembangan industri hilir bisa menjadi strategi yang efektif untuk mengurangi ketergantungan pada pasar internasional yang tengah tertekan oleh kebijakan tarif dan perang dagang global.
Dampak Tarif Trump yang Terus Menghantui Komoditas Indonesia
Secara keseluruhan, kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump diperkirakan akan terus memberi dampak negatif terhadap harga sejumlah komoditas andalan Indonesia, terutama batu bara dan nikel. Penurunan harga yang tajam diikuti dengan ketidakpastian pasar global membuat perusahaan-perusahaan Indonesia harus segera mengantisipasi dampak yang lebih besar. Pilihan untuk menurunkan margin keuntungan atau mengalihkan produk ke pasar domestik mungkin menjadi solusi sementara yang perlu dipertimbangkan dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.