JAKARTA - Pada tahun 2024, energi bersih, yang meliputi energi terbarukan dan nuklir, kini telah menyumbang sekitar 40 persen dari total energi yang digunakan untuk pembangkit listrik di seluruh dunia. Ini menandai pencapaian signifikan dalam transisi energi global, karena untuk pertama kalinya sejak 1940-an, energi bersih telah melampaui batas 40 persen dari total pembangkit listrik global. Angka ini menunjukkan kemajuan besar dalam upaya global menuju pengurangan emisi karbon dan ketergantungan pada sumber energi fosil.
Laporan ini disampaikan oleh Ember, sebuah lembaga think-tank yang fokus pada analisis energi global, dalam laporan tahunan mereka yang dikenal dengan Global Electricity Review 2024. Meskipun pencapaian ini menggembirakan, tidak semua wilayah di dunia menunjukkan hasil yang sama. Terutama di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), penggunaan energi bersih untuk pembangkit listrik masih jauh di bawah rata-rata global, dengan angka hanya mencapai 26 persen pada tahun 2024.
Angka yang Menjanjikan di Dunia, Namun ASEAN Masih Tertinggal
Di kawasan ASEAN, meskipun ada beberapa negara yang menunjukkan pencapaian signifikan dalam penggunaan energi bersih, angka rata-rata di kawasan ini tetap jauh lebih rendah dibandingkan dengan angka global. Laos dan Vietnam menjadi dua negara ASEAN yang mencatatkan angka penggunaan energi bersih yang lebih tinggi dari rata-rata dunia. Laos, yang telah memanfaatkan sumber energi hidro yang melimpah, tercatat memiliki kontribusi energi bersih mencapai 77 persen. Sementara itu, Vietnam, yang mulai berkembang pesat dalam sektor energi terbarukan, berhasil mencatatkan angka 44 persen energi bersih untuk kebutuhan pembangkit listriknya.
Namun, meskipun ada beberapa contoh keberhasilan, Ember juga mencatat bahwa perkembangan sektor energi bersih di ASEAN secara keseluruhan belum signifikan. Terutama dalam hal pembangkit listrik tenaga surya, yang merupakan salah satu sektor terpenting dalam transisi energi bersih global. Data dari Ember menunjukkan bahwa pangsa pasar pembangkit listrik tenaga surya di ASEAN hanya meningkat tipis, yakni hanya naik sebesar 0,1 persen dalam tiga tahun terakhir, dari 3,1 persen pada tahun 2021 menjadi 3,2 persen pada tahun 2024.
Solar Power: Mesin Transisi Energi Global
Dalam pernyataan resmi, Phil MacDonald, Managing Director Ember, menegaskan bahwa pembangkit listrik tenaga surya telah menjadi "mesin transisi energi global". Menurut MacDonald, ketika dipasangkan dengan penyimpanan energi menggunakan baterai, pembangkit listrik tenaga surya tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat, tetapi juga menjadi sumber energi yang lebih andal dan berkelanjutan.
"Pembangkit listrik tenaga surya menjadi mesin transisi energi global, dengan dipasangkan dengan penyimpanan baterai, pembangkit listrik tenaga surya akan menjadi tenaga yang tak terhentikan," ujar MacDonald.
MacDonald menambahkan bahwa energi surya merupakan sektor yang tumbuh paling pesat dalam industri energi bersih. Dengan kapasitas yang terus berkembang, tenaga surya memainkan peran krusial dalam memenuhi kebutuhan listrik dunia yang semakin meningkat, terutama di negara-negara dengan tingkat permintaan listrik yang tinggi.
Dampak Konsumsi Listrik Terhadap Pertumbuhan Global
Laporan Ember juga mencatat bahwa permintaan listrik global terus mengalami kenaikan yang signifikan. Pertumbuhan ini sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor seperti peningkatan penggunaan kecerdasan artifisial, pusat data, kendaraan listrik, dan sistem pemanasan seperti pompa panas. Ember mencatat bahwa sektor-sektor ini menyumbang sekitar 0,7 persen dari total pertumbuhan permintaan listrik global pada tahun lalu.
Di samping itu, faktor lain yang turut mempengaruhi peningkatan permintaan listrik adalah gelombang panas yang melanda berbagai wilayah di dunia pada tahun 2024. Gelombang panas tersebut memicu lonjakan penggunaan pendingin udara yang cukup besar, yang pada gilirannya menambah sekitar 0,7 persen atau sekitar 208 terawatt hour (TWh) ke total konsumsi listrik global. Hal ini menunjukkan bagaimana perubahan iklim yang ekstrem dapat mempengaruhi pola konsumsi energi, yang pada akhirnya meningkatkan tekanan pada sistem kelistrikan global.
Data Terbaru: Pembangkit Listrik Global pada 2024
Laporan tahunan yang diterbitkan oleh Ember ini memberikan gambaran komprehensif pertama mengenai sistem kelistrikan global pada tahun 2024, dengan fokus pada data tingkat negara. Laporan tersebut mencakup 88 negara yang menyumbang 93 persen dari permintaan listrik global, serta data historis untuk 215 negara. Data yang lebih lengkap ini bertujuan untuk memberikan wawasan lebih dalam mengenai tren penggunaan energi bersih, transisi energi, dan bagaimana setiap negara beradaptasi dengan perubahan kebutuhan energi yang terus berkembang.
Ember juga melampirkan dataset terbuka pertama di dunia mengenai pembangkit listrik yang mencakup berbagai data terkait sektor kelistrikan global pada tahun 2024. Ini memberikan akses yang lebih luas bagi para pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan untuk membuat keputusan yang lebih baik terkait pengembangan energi terbarukan dan implementasi teknologi ramah lingkungan.
Tantangan yang Dihadapi di ASEAN
Meski ada pencapaian positif di negara-negara seperti Laos dan Vietnam, wilayah ASEAN secara keseluruhan masih menghadapi tantangan besar dalam adopsi energi bersih. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya investasi dalam infrastruktur energi terbarukan, yang memperlambat laju transisi energi di kawasan tersebut. Pemerintah di negara-negara ASEAN perlu meningkatkan kebijakan dan insentif yang dapat mendorong pengembangan energi terbarukan, terutama pembangkit listrik tenaga surya dan angin.
Selain itu, meskipun beberapa negara ASEAN sudah mulai beralih ke energi bersih, ketergantungan pada bahan bakar fosil, seperti batu bara, masih sangat besar. Negara-negara seperti Indonesia dan Filipina, yang memiliki cadangan batubara yang melimpah, masih menghadapi kesulitan dalam beralih dari pembangkit listrik berbasis fosil ke energi terbarukan. Transformasi ini membutuhkan waktu dan perencanaan yang matang, termasuk dalam hal pembiayaan dan pengembangan teknologi.
Pencapaian global yang menunjukkan bahwa 40 persen dari listrik dunia kini berasal dari energi bersih adalah langkah besar dalam transisi energi global. Namun, meskipun tren ini menunjukkan kemajuan, beberapa kawasan, terutama ASEAN, masih tertinggal. Negara-negara di kawasan ini perlu mempercepat upaya mereka dalam mengembangkan dan mengadopsi energi bersih agar dapat bersaing dengan rata-rata global.
Dengan meningkatnya permintaan energi yang didorong oleh perkembangan teknologi dan perubahan iklim yang ekstrem, dunia perlu berinvestasi lebih banyak lagi dalam teknologi energi terbarukan, terutama tenaga surya. Sebagai sumber energi yang paling cepat berkembang, tenaga surya memainkan peran kunci dalam transisi energi global yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Phil MacDonald menutup komentarnya dengan optimisme, "Pembangkit listrik tenaga surya menjadi mesin transisi energi global, dan dengan penyimpanan baterai, energi surya akan menjadi sumber energi yang tak terhentikan."
Sumber energi bersih, khususnya tenaga surya, kini menjadi harapan utama untuk memenuhi permintaan energi global yang terus meningkat, sementara di saat yang sama mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Tantangan dan peluang transisi energi di ASEAN dan dunia tetap besar, namun langkah-langkah positif yang telah diambil membuka jalan menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.