ESDM

ESDM Pastikan Kenaikan Royalti Minerba Tak Akan Matikan Industri Pertambangan

ESDM Pastikan Kenaikan Royalti Minerba Tak Akan Matikan Industri Pertambangan
ESDM Pastikan Kenaikan Royalti Minerba Tak Akan Matikan Industri Pertambangan

Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa rencana kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) telah melalui kajian mendalam. Pemerintah memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak akan membunuh industri pertambangan yang selama ini menjadi pilar utama ekonomi nasional.

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan bahwa kebijakan ini disusun dengan mempertimbangkan kondisi industri serta peran sektor pertambangan dalam akselerasi ekonomi nasional.

“Hingga saat ini, industri pertambangan masih menjadi sektor strategis bagi pertumbuhan ekonomi, terutama dalam mendukung hilirisasi. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil tetap mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan negara dan industri,” kata Tri dalam acara Mining Forum 2025 di Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Tri menambahkan bahwa sebelum memutuskan kenaikan tarif royalti minerba, pihaknya telah melakukan kajian terhadap laporan keuangan perusahaan tambang. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan masih memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk menyesuaikan diri dengan tarif baru.

“Sebelum membuat kebijakan, kami pasti melakukan evaluasi terhadap laporan keuangan perusahaan. Tujuannya adalah agar kebijakan ini bisa optimal, baik untuk penerimaan negara maupun keberlanjutan bisnis perusahaan tambang,” jelasnya.

Kekhawatiran Pelaku Usaha

Di sisi lain, rencana kenaikan tarif royalti minerba memunculkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha, khususnya di sektor pertambangan nikel, batu bara, tembaga, emas, perak, dan timah. Beberapa pengusaha tambang mengaku terancam menghentikan produksi jika kebijakan ini diterapkan.

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyatakan bahwa kenaikan tarif royalti berpotensi menekan margin keuntungan perusahaan tambang di tengah tingginya biaya produksi. Dalam revisi yang diusulkan pemerintah, tarif royalti bijih nikel mengalami kenaikan dari tarif tunggal 10% menjadi tarif progresif 14% hingga 19%.

Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey, menyebut bahwa peningkatan royalti tersebut bisa berdampak signifikan pada profitabilitas perusahaan tambang. Bahkan, beberapa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) mempertimbangkan untuk berhenti beroperasi.

“Jika tarif royalti mencapai 14%, ada beberapa pemegang IUP yang memilih untuk menutup operasinya karena produksi menjadi tidak menguntungkan,” ujar Meidy dalam konferensi pers bertajuk ‘Wacana Kenaikan Tarif Royalti Pertambangan’, Senin (17/3/2025).

Meidy menjelaskan bahwa berdasarkan harga mineral acuan (HMA) periode Maret 2025, harga patokan mineral (HPM) untuk bijih nikel dengan kadar 1,7% Ni dan kadar kelembaban 35% berada di angka US$30,9 per wet metric ton (wmt). Dengan penerapan tarif royalti 14%, maka beban royalti yang harus dibayar mencapai US$4,3 per wmt. Akibatnya, margin keuntungan yang tersisa hanya sekitar US$26,6 per wmt, angka yang lebih kecil dibandingkan biaya produksi sejumlah perusahaan tambang.

Pemerintah Diminta Tinjau Ulang

Pelaku industri berharap agar pemerintah meninjau ulang rencana kenaikan tarif royalti minerba. Mereka mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini dapat menghambat investasi di sektor pertambangan dan melemahkan daya saing industri di pasar global.

“Pemerintah harus mempertimbangkan kembali dampak jangka panjang dari kebijakan ini, terutama terhadap daya saing industri tambang Indonesia di tingkat internasional,” tambah Meidy.

Sementara itu, pemerintah menegaskan bahwa penerapan kebijakan ini akan dilakukan secara bertahap dengan tetap membuka ruang dialog dengan para pelaku usaha. ESDM juga berjanji akan terus memantau dampak kebijakan ini terhadap industri pertambangan.

“Kami memahami kekhawatiran dari para pelaku usaha, namun kebijakan ini dibuat untuk keseimbangan antara kepentingan nasional dan keberlangsungan industri. Pemerintah tetap akan membuka komunikasi dengan para stakeholder untuk memastikan implementasi yang optimal,” pungkas Tri Winarno.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index