JAKARTA - Langkah restrukturisasi besar kembali dilakukan oleh jaringan kedai kopi raksasa Starbucks. Perusahaan mengumumkan akan menutup lebih dari 100 toko di Amerika Utara, sekaligus memangkas sekitar 900 karyawan di wilayah tersebut.
Keputusan ini diambil sebagai bagian dari upaya penghematan biaya dan penataan portofolio agar bisnis kembali sehat di tengah tekanan pasar.
Dalam pernyataan resminya, Starbucks menekankan bahwa setiap toko memiliki arti penting bagi pelanggan. “Kami tahu ini bukan sekadar toko bagi pelanggan.
Ini adalah kedai kopi mereka, tempat yang terjalin dalam ritme harian mereka, di mana kenangan tercipta, dan di mana hubungan bermakna dengan mitra kami tumbuh selama bertahun-tahun. Kami sangat berterima kasih atas komunitas yang telah dibangun,” tulis perusahaan, Selasa (30/9/2025).
Daftar Lokasi yang Ditutup
Meski tidak merinci seluruh daftar toko, sejumlah media seperti Business Insider mulai mengompilasi lokasi yang terdampak. Data ini dikumpulkan dari laporan karyawan, verifikasi wartawan, hingga pengecekan melalui fitur store locator Starbucks.
Beberapa negara bagian yang cukup banyak terdampak antara lain California, New York, Washington DC, Massachusetts, Oregon, Texas, hingga Washington State.
Misalnya, di Los Angeles terdapat beberapa kedai yang ditutup, termasuk di Hermosa Beach, Broadway, dan Santa Fe Avenue. Sementara di New York, sejumlah gerai di Manhattan dan Brooklyn juga masuk daftar penutupan.
Tidak hanya di AS, langkah efisiensi juga merambah ke Eropa. Starbucks menegaskan akan menutup sejumlah toko di Inggris, Swiss, dan Austria setelah meninjau kembali kinerja portofolio mereka.
Efek ke Tenaga Kerja
Bersamaan dengan penutupan toko, Starbucks juga akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sekitar 900 staf di AS. Sebagian besar posisi yang dipangkas berasal dari bagian staf pendukung.
Langkah ini bukan yang pertama kalinya. Pada Februari lalu, Starbucks sudah mengumumkan pengurangan 1.100 pekerjaan dan penyederhanaan menu di AS. Hal itu dilakukan untuk memperbaiki penjualan yang terus melemah di pasar utama mereka.
Penjelasan dari CEO Starbucks
Brian Niccol, CEO Starbucks, menyadari bahwa kebijakan ini akan menimbulkan dampak besar. Namun, ia menilai perombakan perlu dilakukan demi keberlanjutan bisnis.
“Ini adalah tindakan signifikan yang kami pahami akan berdampak pada mitra dan pelanggan,” ujarnya.
Meski begitu, Niccol menegaskan Starbucks tetap berada “di jalur” ekspansi. Untuk pasar Inggris, Starbucks berencana membuka 80 toko baru, sementara di kawasan EMEA (Eropa, Timur Tengah, dan Afrika), perusahaan berkomitmen menghadirkan 150 gerai baru pada tahun fiskal ini.
Menurutnya, keputusan menutup toko diambil untuk lokasi-lokasi yang “tidak mampu menciptakan lingkungan fisik yang diharapkan pelanggan dan mitra kami, atau di mana kami tidak melihat jalan menuju kinerja keuangan yang baik.”
Tantangan Penjualan di Pasar Domestik
Pasar AS masih menjadi penyumbang penjualan terbesar Starbucks, tetapi justru mengalami tekanan paling berat. Perusahaan mencatat penurunan penjualan kuartalan enam kali berturut-turut pada gerai yang sudah buka minimal satu tahun.
Kondisi ini membuat strategi restrukturisasi menjadi langkah mendesak.
Saham Starbucks juga melemah lebih dari 8 persen sepanjang 2025. Kondisi pasar yang lesu ditambah kompetisi ketat dari jaringan kedai kopi lokal dan internasional membuat perusahaan perlu bergerak cepat.
Perjalanan CEO Brian Niccol
Niccol sendiri baru bergabung sebagai CEO Starbucks pada tahun lalu, setelah sebelumnya memimpin Chipotle Mexican Grill selama enam tahun.
Di bawah kepemimpinannya, Chipotle berhasil hampir menggandakan penjualannya, sehingga pemegang saham Starbucks berharap Niccol mampu melakukan hal serupa di jaringan kedai kopi global ini.
Kini, langkah pertamanya adalah melakukan efisiensi besar-besaran sembari tetap menjaga jalur ekspansi di pasar-pasar yang lebih menjanjikan.
Efisiensi dan Ekspansi dalam Satu Napas
Meski terdengar kontradiktif, strategi Starbucks menggabungkan penutupan gerai yang tidak efisien dengan pembukaan toko baru di wilayah potensial dianggap sebagai pendekatan realistis.
Perusahaan ingin memangkas beban di lokasi bermasalah, tetapi tetap memperluas jaringan di pasar yang memiliki prospek pertumbuhan tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa Starbucks tidak sedang “mengecilkan diri”, melainkan melakukan reposisi agar sumber daya bisa dialokasikan lebih optimal.
Penutup
Rencana penutupan 100 gerai Starbucks di Amerika Utara serta efisiensi tenaga kerja menjadi bagian dari strategi besar perusahaan dalam menghadapi pasar yang kian menantang.
Meski keputusan ini pahit bagi karyawan dan pelanggan setia, Starbucks menilai langkah tersebut perlu untuk menjaga daya saing dan kesehatan keuangan.
Seperti disampaikan Brian Niccol, “beberapa toko tidak mampu menciptakan lingkungan fisik yang diharapkan pelanggan dan mitra kami.”
Namun, di sisi lain, perusahaan masih agresif menambah gerai baru di kawasan Eropa, Timur Tengah, dan Afrika, termasuk 80 di Inggris.
Dengan strategi kombinasi efisiensi dan ekspansi ini, Starbucks berharap bisa kembali menemukan momentum pertumbuhan, menjaga loyalitas pelanggan, dan memperbaiki kinerja di pasar domestik sekaligus global.