Panen Melimpah, Petani Kopi Muria Tetap Jaga Tradisi

Senin, 25 Agustus 2025 | 10:22:51 WIB
Panen Melimpah, Petani Kopi Muria Tetap Jaga Tradisi

JAKARTA - Di lereng Pegunungan Muria, Kudus, aroma kopi segar menyelimuti udara pagi yang dingin. Meskipun suhu pagi menusuk tulang, para petani kopi di Desa Japan, Kecamatan Dawe, tetap bersemangat memetik buah hasil jerih payah mereka. Musim panen kopi Robusta kali ini membawa senyum lebar, seiring dengan produksi yang melimpah dan harga komoditas yang stabil.

Fenomena ini menegaskan bahwa Kopi Muria tidak hanya sekadar komoditas, tetapi juga bagian dari identitas budaya dan ekonomi masyarakat setempat. Sejak era kolonial Belanda, Desa Japan telah dikenal sebagai pusat penghasil kopi berkualitas, dan hingga kini tradisi serta teknik pertanian kopi tetap dilestarikan.

Panen Melimpah dan Harga Kopi Robusta

Musim panen tahun ini dimulai sejak Juli dan diperkirakan berlangsung hingga September. Perkebunan kopi yang tersebar di Kudus, Jepara, dan Pati menunjukkan hasil yang menggembirakan, dengan Kudus sebagai penyumbang terbesar.

Meskipun panen melimpah, harga kopi tetap berada di kisaran yang wajar. Petani Kopi Muria, M. Abdul Hamid Ridlo, menjelaskan bahwa harga petik merah saat ini berkisar Rp85-90 ribu per kilogram, sedangkan petik hijau berada di angka Rp67-70 ribu. Fluktuasi harga global masih memengaruhi pasar lokal, sehingga nilai pasar kopi Muria belum mencapai puncak seperti dua tahun sebelumnya, ketika harga sempat menembus lebih dari Rp100 ribu per kilogram.

Ridlo menambahkan bahwa untuk menghadapi ketidakpastian harga, fokus pada kualitas olahan menjadi strategi utama. Kopi petik merah diolah menjadi roasted bean, menjaga rasa tetap unggul dan bersaing di pasaran. Produksi kopi tahun ini meningkat signifikan berkat kondisi cuaca yang mendukung, khususnya musim kemarau basah yang membuat tanaman kopi tumbuh subur dan menghasilkan biji berkualitas.

Teknologi dan Produksi UMKM Kopi

Di Desa Colo, Ridlo mengelola rumah produksi kopi yang mampu mengolah 5-7 ton biji kopi per tahun. Dalam satu hari, ia memanen 30-50 kilogram kopi sendiri, serta menampung hasil panen dari petani lain di desanya. Dengan pengolahan yang terstandarisasi, kualitas kopi tetap terjaga meskipun produksi meningkat.

Selain meningkatkan nilai jual, pengolahan kopi menjadi produk kemasan membantu memastikan ketersediaan stok pasca panen. Hal ini sekaligus membuka peluang bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan pendapatan dan memperluas pasar.

Tradisi Wiwit Kopi: Simbol Syukur dan Kebersamaan

Panen kopi tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga budaya. Pada Agustus ini, tradisi wiwit kopi kembali digelar di Bukit Guyangan, Desa Japan, setelah vakum selama 15 tahun. Rangkaian acara menampilkan kirab gunungan hasil bumi yang berisi buah-buahan seperti alpukat, mangga, jeruk pamelo, sayuran, dan umbi-umbian, termasuk parijoto, buah khas Pegunungan Muria.

Prosesi ini juga dilengkapi tarian wiwit kopi dan ritual ngruwok, yaitu memetik kopi langsung dari pohonnya. Tradisi ini bukan sekadar simbol panen, tetapi juga upaya melestarikan nilai-nilai lokal dan mempererat kebersamaan masyarakat. Ketua Desa Wisata Japan, Mutohar, menekankan bahwa ritual ini menjadi momen untuk bersyukur atas hasil pertanian dan memperkuat identitas budaya setempat.

Dampak Panen terhadap Komunitas dan Ekonomi Lokal

Melimpahnya panen kopi memberikan efek ganda: meningkatkan pendapatan petani, mendukung UMKM lokal, dan memperkuat ekonomi desa. Dengan harga yang stabil dan kualitas kopi yang terjaga, petani semakin termotivasi untuk mempertahankan standar produksi.

Selain itu, panen yang terkelola dengan baik mendorong diversifikasi produk, seperti kopi olahan, kemasan siap seduh, hingga ekspor. Keberhasilan ini juga membuka peluang untuk pengembangan wisata agro, menjadikan Pegunungan Muria sebagai destinasi edukasi dan budaya kopi.

Tantangan dan Harapan Petani

Meskipun musim panen melimpah, petani kopi tetap menghadapi tantangan fluktuasi harga, kondisi cuaca, dan pemasaran. Oleh karena itu, fokus pada kualitas dan diversifikasi produk menjadi strategi kunci. Ridlo berharap, panen tahun ini bisa diiringi harga jual lebih tinggi, sehingga semangat pelaku UMKM kopi di Desa Colo dan sekitarnya tetap terjaga.

Dengan perhatian terhadap kualitas, inovasi produk, dan pelestarian tradisi, Kopi Muria tidak hanya bertahan sebagai komoditas unggulan, tetapi juga menjadi bagian penting dari warisan budaya dan ekonomi masyarakat Pegunungan Muria.

Terkini